Rabu, 01 Juni 2011

Salman Al Farisi dari Kota “Amoy”

“Asyhadu Allah Ilahaillallah Waasyhadu Anna Muhammad Rasulullah.” Kalimat tauhid atau kalimat dua syahadat itu keluar dengan terbatah-batah dari lisan Salman Al farisi. Kalimat itu diulangnya dua kali.

“Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah adalah utusan Allah,” Gumam Salman mengartikan. Lancar.

Selesai Salat Jumat, Salman duduk bersimpuh di atas sajadah di Masjid Agung Kota Singkawang. Ia menghadap ke barat. Kiblat. Sikapnya menjadi pusat perhatian puluhan jamaah.

Pengucapan kalimat sahadat itu dipandu Effendi M. Saat selaku ustadz. Hanafi dan Agus Arifin sebagai dua saksi. Di tempat itu juga, terdapat Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Singkawang Barat, Musmuthalib.

“Selain dua saksi yang ada, bapak yang ada di masjid ini juga sebagai saksi keislaman dari saudara kita,” kata Musmuthalib.

Sebelum masuk ke agama Islam, Musmuthalib mengatakan Salman harus menandatangani dua surat pernyataan. Pertama berisikan kesediaan keluar dari agama lama. Kedua berisikan pernyataan bersedia masuk ke agama baru.

Pada Salman Mutahlib menjelaskan perbedaan dan persamaan antara agama yang lama dan agama yang baru dipeluknya. Untuk kesamaannya, semua agama tidak ada yang mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat kejahatan. Sementara perbedaannya terletak pada ibadah

“Ada salat lima waktu, puasa, dan lainnya,” kata Musmuthalib.

Bukan hanya ibadah, perbedaan antara Islam dengan agama lain terletak pada makanan. Umat Islam dilarang untuk memakan babi.

“Memelihara, menyentuh tidak diperbolehkan,”

Musmuthalib hanya menjelaskan secara garis besar. Salam kemudian diserahan pada Effendi. Sekitar lima menit dialog dilakukan. Effendi pun bertanya.

“Apakah anda betul-betul ingin masuk agama Islam?
“Apakah ada paksaan dari luar?

Salman menjawab.

“Saya sudah mempunyai tekad kuat!”
‘Tida ada yang memaksa!”

“Apakah anda bersedia mengucapkan kalimat sahadat?
“Bersedia.”

Cukup dengan dua pertanyaan. Effendi dan Salman duduk berhadapan.Effendi genggang tanan Salman. Seperti bersalaman. Ucapan sahadat yang keluar dari mulut Effendi pun ia ikutkan. Mulai hari itu, Salman resmi memeluk Islam.

Ritual lancar. Effendi menyanggulkan jubah dari Makkah nya kepundak Salam. Songkok hitam dipakaikan. Kitab suci quran pun dihadiahkan. Semua terharu. Peluk dan cium dari jamaah untuk Salman pun berlangsung.

***
Bong Jun That. Itulah nama asli Salman. Ia saya kenal di lantai atas Hotel Prapatan Kota Singkawang, sebelum salat Jumat. Ia tidak sendirian. Ia didampingi, Maksum, selaku pengurus Yayasan Chengho, Andry Lamfield dari PITI Kota Singkawang, dan Maya Satrini dari Forom Solsial. Saat saya datang mereka duduk satu meja.

Atas izin ke tiga orang itu, Salman dan Saya memilih memisah. Sekitar lima belas menit perbincangan kami lakukan.

Bhong Jun That, warga kelahiran Singkawang. Ia beretnis Tiong Hoa. Ia dibesarkan oleh keluarga Khonghocu. Dari kecil hingga berusia 46 tahun agama itu disandangnya. Kini Salman tinggal bersama mertuaya di Desa Sainam.

Salman mengatakan kenal agama Islam waktu bekerja sebagai kepala bagian di salah satu perusahaan tekstil di Semarang, tahun 1990-1992. di perusahaan itu ia banyak bergaul dengan warga Islam. Dari perkenalan itulah, terbesit dalam niatnya untuk pindah agama. Namun belum hidayah.

Diperkirakan tahun 2006, saat berada di Jakarta Bong Jun That bertemu dengan Maksum. Tentang agama Islam kembali dibicarakan. Niat Bong untuk pindah agama kembali menguat. Pertemuan Bong Jun Than dengan Maksum terus berlanjut hingga ke Singkawang. Dan dengan dorongan Maksum, Islam pun dipeluknya. Salman Al farisi, sebagai nama barupun disandangnya.

Sebelum masuk agama Islam, Salman sempat masuk dibeberapa agama. Diantaranya Budha dan Konghocu. Namun semua agama itu tidak membuat Salman tenang.

***
Salman mempunyai seorang istri dan enam orang anak. Salman mengatakan, semua orang dekatnya tersebut belum mengetahui tentang keislamannya.

“Mereka tidak akan mencegah,” kata Salman.

Walau demikian, Salman tidak yakin, keislamannya akan didukung oleh sang istri dan anak. Dengan kondisi seperti, semangat Salman tidak tergoyahkan. Ia bertekat untuk tidak meninggalkan agama Islam..

“Ini agama terakhir saya, saya tidak mungkin pindah agama.”

Bahkan Salman berdoa, mudah-mudahan istri dan anak-anak, suatu saat mengikuti jejaknya soal agama.

“Saya berharap mereka ikut jejak saya.” ujar Salman.

Begitu juga dengan para sahabat. Ada yang mengetahui dan tidak, atas niat Salman untuk masuk ke agama Islam. Diantara para sahabat yang mengetahui rencana Salman bersikap tidak percaya.

“Karena mereka tahu saya orang yang suka pindah agama.”
“Tapi yang lainnya mendukung saya.” ujar Salman.

***
Keislaman Salman disambut baik Ketua Perasutuan Iman Tauhid Indonesia (PITI) Kota Singkawang, H. Herman. Dengan mata berkaca-kaca, pria yang saya temui di masjid Agung Kota Singkawang tersebut berulang kali mengucapkan sukur.

Selanjutnya, Herman mengatakan, dibawah naungan PITI, Salman akan dibimbing untuk mengenal islam secara mendalam. Salman akan diajarkan bagaimana membaca Quran, menjalankan salat, dan berbagai ibadah lainnya.

Untuk memudahkan Salman berlajar, Herman mengatakan para pembimbing akan datang langsung ke rumahnya. Dan selanjutnya, Apabila Salman mulai paham dan mengerti, Maka Salman dipersilahkan untuk datang sendiri ke sektariat.

Dengan masuknya Salman, Herman mengatakat telah menambah jumlah warga Tiong Hoa Kota Singkawang yang masuk Islam. Berdasarkan data, jumlah keseluruhan warga Tiong Hoa Kota yang beragama Islam sekitar 400 orang

“Dan dia warga Tiong Hoa terbaru yang masuk Islam,” kata Herman.

(http://dhiyary.wordpress.com)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More